Siang ini, aku dan A Po masih saja menyusuri belantara tandus yang penuh dengan semak belukar. Siapa tahu di ujung jalan ini ada secercah keajaiban yang bisa membuat kami keluar. Atau setidaknya bertahan di sini.
Aku dan A Po mulai kelelahan. A Po tidak lagi merasa sendiri. Atau terus-menerus menyalahkan dirinya maupun kedua orang tuanya. Keadaan emosionil A Po kecil saat ini tengah membaik. Syukurlah, Tuhan.
"A Po capek." Seketika keluhan A Po memecah keheningan. Kami pun memutuskan untuk beristirahat di atas gundukan batu raksasa di tengah hutan.
Sembari menyeka keringatnya, A Po bergumam kecil.
"A Po bilang apa? Kakak tidak dengar." Aku mendekatkan telingaku. Namun A Po hanya tersenyum.
Aku menggelitik pinggang A Po yang kemudian mulai merasa geli. Dasar A Po yang usil.
Hhhhmmm. A Po menghela napas panjangnya, lalu memperhatikan deretan pohon dan tumbuhan yang berbaris rapi di depan kami.
"Apa Kakak tau, mengapa Tuhan tidak menciptakan manusia sendirian?"
Pertanyaan ini sungguh menggelitik. Seorang anak kecil, apa sungguh bisa bertanya seperti ini, Tuhan?
"Sejak A Po kecil, A Po selalu belajar tentang semua hal. Tapi kenapa A Po selalu tidak mengerti tentang arti kehilangan ya, Kak?"
Dasar A Po. Pertanyaan seperti ini bahkan bisa mampir di pundaknya. Aku tidak pernah menyangka anak sekecil ini punya pikiran kompleks. Untuk ukuran anak seusianya, A Po memang anak yang unik.
"Kehilangan. Ah, Kakak sebenarnya juga kurang mengerti akan hal ini. Tapi, kehilangan memang bukan sebuah kata yang mudah untuk bisa diterima, A Po."
Aku mencoba menjelaskan sebisa mungkin dengan bahasaku.
"Kehilangan. Artinya sangat luas. Tapi yang Kakak mengerti, kehilangan itu berarti perpisahan. Kehilangan berarti tidak akan bertemu lagi. Dan kehilangan merupakan sebuah kata yang benar-benar bisa menggoncangkan hati manusia di dunia. Tapi kehilangan, tidak semuanya berakibat buruk. Tuhan punya rencana lain pada kata kehilangan. Apa A Po mengerti?"
A Po menggelengkan kepalanya, sambil melihatku dengan tatapan penuh makna.
Anak kecil yang aneh. Kalau begitu, untuk apa Ia bertanya jika jawabanku saja tidak Ia mengerti? Anak ini benar-benar membuatku jatuh cinta, Tuhan...
"Mama dan Papa sering sekali menyebut kata itu sewaktu mereka bertengkar. A Po tidak mengerti sepenuhnya. Tapi anggap saja A Po paham."
A Po menyunggingkan senyumannya.
Dasar A Po.
"Kehilangan itu sesuatu yang besar. Sangat menyedihkan. Tapi dengan kehilangan, seseorang baru bisa mengerti arti hidup yang sesungguhnya."
A Po menatapku, seolah-olah Ia mengerti atas apa yang aku ucapkan barusan.
Ia memang anak yang manis, ya, Tuhan.
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment