Pernah ngerasa bahwa segala hal yang ada di dunia nggak selalu harus berjalan sesuai yang kita harapkan? Pernah ngerasa bahwa segala yang kita inginkan nggak selalu mulus dan kadang berkerikil tajam?
Apa yang selanjutnya kita perbuat?
Oct 28, 2009
Diary untuk Tuhan -Dialog Ku dan A Po Part 8-
"Bagaimana A Po bisa tersesat di hutan ini?"
Aku bertanya memecah keheningan malam. Di kala aku dan A Po belum juga menemukan jalan keluar dari gelap dan rimbanya hutan.
A Po menyeka keringatnya. Kami memutuskan beristirahat dalam goa ini. Berharap pertolongan Tuhan segera datang.
Pertolongan itu pasti datang kan, Tuhan?
"A Po lupa, Kak. Yang A Po ingat, hari itu A Po pingsan di pinggir sungai." A Po memamerkan giginya.
Dasar A Po kecil.
"Nanti kalau sudah ingat, A Po akan cerita." A Po kembali tertunduk.
"Kak,"
Aku cepat-cepat menoleh ke arahnya.
"Meski A Po masih kecil, banyak sekali pertanyaan yang A Po pikirkan." A Po menghela napasnya dengan panjang.
"A Po ingin kembali ke usia A Po yang dulu, yang masih sangat kecil dan tidak memikirkan apa-apa. A Po hanya ingin bermain bersama teman-teman, bergembira, dan tidak terbebani."
Aku memotongnya sebelum A Po melanjutkan kalimatnya.
"A Po sayang," Ku angkat kepala A Po yang semakin melemah.
"Memang beban apa yang sedang A Po rasakan?"
"Banyak, Kak. A Po sendiri bingung mau memikirkan yang mana. A Po hanya anak kecil yang masih belum mau mengerti, Kak. A Po takut menjadi dewasa. A Po takut menjadi orang besar. A Po tetap mau menjadi anak kecil."
Suara A Po ikut melemah. Berat. Tersirat beban besar di pundaknya, Tuhan. Ada apa ini?
"Tiap malam A Po selalu bertanya pada Tuhan. Tapi lagi-lagi, A Po masih tidak mengerti. Semuanya. Termasuk tanda-tanda jawaban dari Tuhan. A Po bingung, Kak."
A Po melipat kepalanya ke dalam dekapan tangannya. Tubuhnya semakin membungkuk ke tanah. Pelepah daun pisang yang kami gunakan sebagai alas tak mampu melindungi kepala A Po yang lalu tersungkur.
"A Po." Seketika aku teriak dan mendekati A Po. A Po sedikit terkulai lemah.
Sepertinya selama ini Ia mencoba bertahan sendirian, Tuhan. Malangnya.
"A Po. Sekarang A Po punya Kakak, A Po tidak usah khawatir. A Po, bangun, sayang."
Aku menarik tubuh mugil itu dalam dekapanku. Memeluknya hangat.
"A Po terluka."
Suara lemah dan singkatnya mengurat sejuta tanya dan kepedihan.
"Bukan tubuh A Po. Tapi di sini."
A Po menunjuk dadanya. Aku langsung mengelus manja tangan mungilnya. Anak yang benar-benar malang, Tuhan.
Aku bertanya memecah keheningan malam. Di kala aku dan A Po belum juga menemukan jalan keluar dari gelap dan rimbanya hutan.
A Po menyeka keringatnya. Kami memutuskan beristirahat dalam goa ini. Berharap pertolongan Tuhan segera datang.
Pertolongan itu pasti datang kan, Tuhan?
"A Po lupa, Kak. Yang A Po ingat, hari itu A Po pingsan di pinggir sungai." A Po memamerkan giginya.
Dasar A Po kecil.
"Nanti kalau sudah ingat, A Po akan cerita." A Po kembali tertunduk.
"Kak,"
Aku cepat-cepat menoleh ke arahnya.
"Meski A Po masih kecil, banyak sekali pertanyaan yang A Po pikirkan." A Po menghela napasnya dengan panjang.
"A Po ingin kembali ke usia A Po yang dulu, yang masih sangat kecil dan tidak memikirkan apa-apa. A Po hanya ingin bermain bersama teman-teman, bergembira, dan tidak terbebani."
Aku memotongnya sebelum A Po melanjutkan kalimatnya.
"A Po sayang," Ku angkat kepala A Po yang semakin melemah.
"Memang beban apa yang sedang A Po rasakan?"
"Banyak, Kak. A Po sendiri bingung mau memikirkan yang mana. A Po hanya anak kecil yang masih belum mau mengerti, Kak. A Po takut menjadi dewasa. A Po takut menjadi orang besar. A Po tetap mau menjadi anak kecil."
Suara A Po ikut melemah. Berat. Tersirat beban besar di pundaknya, Tuhan. Ada apa ini?
"Tiap malam A Po selalu bertanya pada Tuhan. Tapi lagi-lagi, A Po masih tidak mengerti. Semuanya. Termasuk tanda-tanda jawaban dari Tuhan. A Po bingung, Kak."
A Po melipat kepalanya ke dalam dekapan tangannya. Tubuhnya semakin membungkuk ke tanah. Pelepah daun pisang yang kami gunakan sebagai alas tak mampu melindungi kepala A Po yang lalu tersungkur.
"A Po." Seketika aku teriak dan mendekati A Po. A Po sedikit terkulai lemah.
Sepertinya selama ini Ia mencoba bertahan sendirian, Tuhan. Malangnya.
"A Po. Sekarang A Po punya Kakak, A Po tidak usah khawatir. A Po, bangun, sayang."
Aku menarik tubuh mugil itu dalam dekapanku. Memeluknya hangat.
"A Po terluka."
Suara lemah dan singkatnya mengurat sejuta tanya dan kepedihan.
"Bukan tubuh A Po. Tapi di sini."
A Po menunjuk dadanya. Aku langsung mengelus manja tangan mungilnya. Anak yang benar-benar malang, Tuhan.
Diary untuk Tuhan -Dialog Ku dan A Po Part 7-
Siang ini, aku dan A Po masih saja menyusuri belantara tandus yang penuh dengan semak belukar. Siapa tahu di ujung jalan ini ada secercah keajaiban yang bisa membuat kami keluar. Atau setidaknya bertahan di sini.
Aku dan A Po mulai kelelahan. A Po tidak lagi merasa sendiri. Atau terus-menerus menyalahkan dirinya maupun kedua orang tuanya. Keadaan emosionil A Po kecil saat ini tengah membaik. Syukurlah, Tuhan.
"A Po capek." Seketika keluhan A Po memecah keheningan. Kami pun memutuskan untuk beristirahat di atas gundukan batu raksasa di tengah hutan.
Sembari menyeka keringatnya, A Po bergumam kecil.
"A Po bilang apa? Kakak tidak dengar." Aku mendekatkan telingaku. Namun A Po hanya tersenyum.
Aku menggelitik pinggang A Po yang kemudian mulai merasa geli. Dasar A Po yang usil.
Hhhhmmm. A Po menghela napas panjangnya, lalu memperhatikan deretan pohon dan tumbuhan yang berbaris rapi di depan kami.
"Apa Kakak tau, mengapa Tuhan tidak menciptakan manusia sendirian?"
Pertanyaan ini sungguh menggelitik. Seorang anak kecil, apa sungguh bisa bertanya seperti ini, Tuhan?
"Sejak A Po kecil, A Po selalu belajar tentang semua hal. Tapi kenapa A Po selalu tidak mengerti tentang arti kehilangan ya, Kak?"
Dasar A Po. Pertanyaan seperti ini bahkan bisa mampir di pundaknya. Aku tidak pernah menyangka anak sekecil ini punya pikiran kompleks. Untuk ukuran anak seusianya, A Po memang anak yang unik.
"Kehilangan. Ah, Kakak sebenarnya juga kurang mengerti akan hal ini. Tapi, kehilangan memang bukan sebuah kata yang mudah untuk bisa diterima, A Po."
Aku mencoba menjelaskan sebisa mungkin dengan bahasaku.
"Kehilangan. Artinya sangat luas. Tapi yang Kakak mengerti, kehilangan itu berarti perpisahan. Kehilangan berarti tidak akan bertemu lagi. Dan kehilangan merupakan sebuah kata yang benar-benar bisa menggoncangkan hati manusia di dunia. Tapi kehilangan, tidak semuanya berakibat buruk. Tuhan punya rencana lain pada kata kehilangan. Apa A Po mengerti?"
A Po menggelengkan kepalanya, sambil melihatku dengan tatapan penuh makna.
Anak kecil yang aneh. Kalau begitu, untuk apa Ia bertanya jika jawabanku saja tidak Ia mengerti? Anak ini benar-benar membuatku jatuh cinta, Tuhan...
"Mama dan Papa sering sekali menyebut kata itu sewaktu mereka bertengkar. A Po tidak mengerti sepenuhnya. Tapi anggap saja A Po paham."
A Po menyunggingkan senyumannya.
Dasar A Po.
"Kehilangan itu sesuatu yang besar. Sangat menyedihkan. Tapi dengan kehilangan, seseorang baru bisa mengerti arti hidup yang sesungguhnya."
A Po menatapku, seolah-olah Ia mengerti atas apa yang aku ucapkan barusan.
Ia memang anak yang manis, ya, Tuhan.
Aku dan A Po mulai kelelahan. A Po tidak lagi merasa sendiri. Atau terus-menerus menyalahkan dirinya maupun kedua orang tuanya. Keadaan emosionil A Po kecil saat ini tengah membaik. Syukurlah, Tuhan.
"A Po capek." Seketika keluhan A Po memecah keheningan. Kami pun memutuskan untuk beristirahat di atas gundukan batu raksasa di tengah hutan.
Sembari menyeka keringatnya, A Po bergumam kecil.
"A Po bilang apa? Kakak tidak dengar." Aku mendekatkan telingaku. Namun A Po hanya tersenyum.
Aku menggelitik pinggang A Po yang kemudian mulai merasa geli. Dasar A Po yang usil.
Hhhhmmm. A Po menghela napas panjangnya, lalu memperhatikan deretan pohon dan tumbuhan yang berbaris rapi di depan kami.
"Apa Kakak tau, mengapa Tuhan tidak menciptakan manusia sendirian?"
Pertanyaan ini sungguh menggelitik. Seorang anak kecil, apa sungguh bisa bertanya seperti ini, Tuhan?
"Sejak A Po kecil, A Po selalu belajar tentang semua hal. Tapi kenapa A Po selalu tidak mengerti tentang arti kehilangan ya, Kak?"
Dasar A Po. Pertanyaan seperti ini bahkan bisa mampir di pundaknya. Aku tidak pernah menyangka anak sekecil ini punya pikiran kompleks. Untuk ukuran anak seusianya, A Po memang anak yang unik.
"Kehilangan. Ah, Kakak sebenarnya juga kurang mengerti akan hal ini. Tapi, kehilangan memang bukan sebuah kata yang mudah untuk bisa diterima, A Po."
Aku mencoba menjelaskan sebisa mungkin dengan bahasaku.
"Kehilangan. Artinya sangat luas. Tapi yang Kakak mengerti, kehilangan itu berarti perpisahan. Kehilangan berarti tidak akan bertemu lagi. Dan kehilangan merupakan sebuah kata yang benar-benar bisa menggoncangkan hati manusia di dunia. Tapi kehilangan, tidak semuanya berakibat buruk. Tuhan punya rencana lain pada kata kehilangan. Apa A Po mengerti?"
A Po menggelengkan kepalanya, sambil melihatku dengan tatapan penuh makna.
Anak kecil yang aneh. Kalau begitu, untuk apa Ia bertanya jika jawabanku saja tidak Ia mengerti? Anak ini benar-benar membuatku jatuh cinta, Tuhan...
"Mama dan Papa sering sekali menyebut kata itu sewaktu mereka bertengkar. A Po tidak mengerti sepenuhnya. Tapi anggap saja A Po paham."
A Po menyunggingkan senyumannya.
Dasar A Po.
"Kehilangan itu sesuatu yang besar. Sangat menyedihkan. Tapi dengan kehilangan, seseorang baru bisa mengerti arti hidup yang sesungguhnya."
A Po menatapku, seolah-olah Ia mengerti atas apa yang aku ucapkan barusan.
Ia memang anak yang manis, ya, Tuhan.
Oct 14, 2009
Omooooo
Omo...Help...I need help... I need help... I need help...
Bakalan jadi story yang menyedihkan buat masa depan gw kalo gw gagal di situasi ini. HELP!!!
Bakalan jadi story yang menyedihkan buat masa depan gw kalo gw gagal di situasi ini. HELP!!!
Confuse
When confuse on something, did you ever asking someone that you trust that much? I did. But sometimes I didn't. Confuse on my head, always go ahead around it. Yea...
Sometimes, even if we are an expressive person, we just couldn't share anything we want, right?
Honestly, an expectation to tell something to someone is rising up. But when the feeling comes, the situation doesn't come perfectly...
>>> nTAN @ Admin
Sometimes, even if we are an expressive person, we just couldn't share anything we want, right?
Honestly, an expectation to tell something to someone is rising up. But when the feeling comes, the situation doesn't come perfectly...
>>> nTAN @ Admin
A dissappointed
Have you ever feel a dissappointed to something that you was belong to be??? It doesn't mean that you feel mad to THE CREATOR. But, something you couldn't tell to anybody. A little dirty secret, a dissappointed thing.
Something missed, something lost, and something didn't come in the right time.
Have you ever imagine that something or everything you want was not always come in the right time and on the right place???
I did. But have you try to Thank God for everything He gave to you???
>>> nTAn @ Admin
Something missed, something lost, and something didn't come in the right time.
Have you ever imagine that something or everything you want was not always come in the right time and on the right place???
I did. But have you try to Thank God for everything He gave to you???
>>> nTAn @ Admin
Oct 13, 2009
Stress Syndrome and Manage It
Pernah merasakan stress, depresi, dan frustasi yang berlebihan? Dengan alasan dan latar belakang apapun, pernah merasa kalau diri kita memiliki sindrom stress dalam diri??? Setiap orang punya beribu alasan untuk merasakan ini.
Memanage stress bukan hal yang gampang. Sulit. Apalagi jika ego dan emosi yang bercampur di dalamnya. Dijamin stress akan tambah parah...
Lalu bagaimana?
Satu hal yang bisa jadi solusi pertama. Dengarkan musik favorit. Karena dengan musik, mood akan berubah menjadi lebih baik, dan kadar stress dalam diri menurun. Gag percaya? Coba pasang musik favorit kalian di telinga, perhatikan dan resapi dengan baik. Resapi dengan sangat perlahan. Kalau perlu sambil menutup mata. Resapi dan resapi.
Kalau dengan musik belum berfungsi, tonton film favorit kamu! Apapun itu, tonton saja. Asal bukan P*** film aja. Bisa tambah stress ntar. Film komedi ringan dan menggelitik bisa mengembalikan mood yang jelek dan hilang. Tontonan yang tidak membuat penontonnya berpikir rumit, bisa jadi bahan penghilang stress.
Nonton film belum juga jadi solusi? Pergi ke tempat yang kamu suka. Mall, taman, resto, cafe. Wherever, asal mood kamu balik.
Gag berhasil??? Kalo gitu mengurung diri di kamar sambil bermuhasabah mungkin akan lebih baik... :)
>>> nTAn @ Admin
Memanage stress bukan hal yang gampang. Sulit. Apalagi jika ego dan emosi yang bercampur di dalamnya. Dijamin stress akan tambah parah...
Lalu bagaimana?
Satu hal yang bisa jadi solusi pertama. Dengarkan musik favorit. Karena dengan musik, mood akan berubah menjadi lebih baik, dan kadar stress dalam diri menurun. Gag percaya? Coba pasang musik favorit kalian di telinga, perhatikan dan resapi dengan baik. Resapi dengan sangat perlahan. Kalau perlu sambil menutup mata. Resapi dan resapi.
Kalau dengan musik belum berfungsi, tonton film favorit kamu! Apapun itu, tonton saja. Asal bukan P*** film aja. Bisa tambah stress ntar. Film komedi ringan dan menggelitik bisa mengembalikan mood yang jelek dan hilang. Tontonan yang tidak membuat penontonnya berpikir rumit, bisa jadi bahan penghilang stress.
Nonton film belum juga jadi solusi? Pergi ke tempat yang kamu suka. Mall, taman, resto, cafe. Wherever, asal mood kamu balik.
Gag berhasil??? Kalo gitu mengurung diri di kamar sambil bermuhasabah mungkin akan lebih baik... :)
>>> nTAn @ Admin
FESTIVAL KEBUDAYAAN KOREA DI JAKARTA
Ada info penting dan seruuuuuuuuu
Kedutaan Korea Selatan bekerja sama dengan Indonesia mengadakan Festival Kebudayaan Korea di Jakarta. Berikut ini jadwal rangkaian acara kebudayaan Korean Cultural Week, menurut rilis yang diterima Vibizdaily. Kegiatan akan dielenggarakan mulai hari ini, Jumat (9/10) dan berakhir 18 Oktober 2009
9 Oktober 2009 (pukul 17.30 – 21.00 di Balai Kartini, Jakarta)
Pertunjukkan seni Korea, tarian, musik dan istrumen. Pertunjukkan kesenian oleh orang-orang Indonesia. Ada pula pertunjukkan B-boy (yang menggabungkan break dance dengan music tradisional Korea). *acara ini sangat menyebalkan katak seorang teman yg datang, karena banyak fans alay, gw mikir gmn klo artis beneran yg datang?? *
13-18 Oktober 2009 (di Blitzmegaplex Pacific Place) ditayangkan lima film Korea, yaitu “The Divine Weapon”, “Beyond The Years”, “Christmas in August”, “Seven Days”, dan “The Show Must Go On”.
13-18 Oktober 2009 (di Museum Nasional Indonesia) dipamerkan 100 jenis bordiran khas Korea. Acara pameran akan dibuka Selasa, (13/10) pukul 13.00.
16-18 Oktober 2009, bertempat di Grand Indonesia, West Mall, lantai 3A dipamerkan produk-produk agrikultur Korea, seperti ginseng, pir, apel, got-gam). Ditampilkan juga produk kehutanan Korea (jamur, jat, dan kenari) dan demo makanan Korea.
15 Oktober 2009, bertempat di Usmar Ismail Hall, pukul 19.00-20.00 pertunjukkan Musisi Korea di Indonesia dan musisi jazz Indonesia.
13 Oktober 2009, bertempat di Universitas Indonesia, pukul 08.00-16.30 dipresentasikan dan diadakan diskusi pendidikan di Korea dan Indonesia.
13 Oktober 2009, bertempat di Ballroom Intercontinental Hotel, pukul 18.00-21.00 diadakan acara kebersamaan Indonesia dan warga Korea di Indonesia juga ditampilkan tarian tradisional Korea dan Indonesia. *acara makan2*
Informasi dan keterangan lebih lanjut dapat menghubungi Kedutaan Korea di Jakarta: Jalan Jenderal Gatot Subroto, Kav. 57, Jakarta 12950. Telepon (021) 5201915 dan Fax (021) 5254395
Yang mao datang,...hayuuuukkkk....
nTAn @ Admin
>>> Credits: KI
Kedutaan Korea Selatan bekerja sama dengan Indonesia mengadakan Festival Kebudayaan Korea di Jakarta. Berikut ini jadwal rangkaian acara kebudayaan Korean Cultural Week, menurut rilis yang diterima Vibizdaily. Kegiatan akan dielenggarakan mulai hari ini, Jumat (9/10) dan berakhir 18 Oktober 2009
9 Oktober 2009 (pukul 17.30 – 21.00 di Balai Kartini, Jakarta)
Pertunjukkan seni Korea, tarian, musik dan istrumen. Pertunjukkan kesenian oleh orang-orang Indonesia. Ada pula pertunjukkan B-boy (yang menggabungkan break dance dengan music tradisional Korea). *acara ini sangat menyebalkan katak seorang teman yg datang, karena banyak fans alay, gw mikir gmn klo artis beneran yg datang?? *
13-18 Oktober 2009 (di Blitzmegaplex Pacific Place) ditayangkan lima film Korea, yaitu “The Divine Weapon”, “Beyond The Years”, “Christmas in August”, “Seven Days”, dan “The Show Must Go On”.
13-18 Oktober 2009 (di Museum Nasional Indonesia) dipamerkan 100 jenis bordiran khas Korea. Acara pameran akan dibuka Selasa, (13/10) pukul 13.00.
16-18 Oktober 2009, bertempat di Grand Indonesia, West Mall, lantai 3A dipamerkan produk-produk agrikultur Korea, seperti ginseng, pir, apel, got-gam). Ditampilkan juga produk kehutanan Korea (jamur, jat, dan kenari) dan demo makanan Korea.
15 Oktober 2009, bertempat di Usmar Ismail Hall, pukul 19.00-20.00 pertunjukkan Musisi Korea di Indonesia dan musisi jazz Indonesia.
13 Oktober 2009, bertempat di Universitas Indonesia, pukul 08.00-16.30 dipresentasikan dan diadakan diskusi pendidikan di Korea dan Indonesia.
13 Oktober 2009, bertempat di Ballroom Intercontinental Hotel, pukul 18.00-21.00 diadakan acara kebersamaan Indonesia dan warga Korea di Indonesia juga ditampilkan tarian tradisional Korea dan Indonesia. *acara makan2*
Informasi dan keterangan lebih lanjut dapat menghubungi Kedutaan Korea di Jakarta: Jalan Jenderal Gatot Subroto, Kav. 57, Jakarta 12950. Telepon (021) 5201915 dan Fax (021) 5254395
Yang mao datang,...hayuuuukkkk....
nTAn @ Admin
>>> Credits: KI
Have You Ever
Have you guys ever thinking about loneliness???
It seems scary for several people. For you??
I feel it same while I was feel alone. It scared me, and made me fight by myself. I don't know where to go, and I don't know how to be.
Loneliness is always be a huge word teach me, how bad and wonderful the world is.
Have you guys ever thinking about loneliness all by yourself???
Loneliness is just a loneliness.When someone needs to be just alone. Just alone. And just alone. But loneliness for me, is also a damn situation...
nTAn @ Admin
It seems scary for several people. For you??
I feel it same while I was feel alone. It scared me, and made me fight by myself. I don't know where to go, and I don't know how to be.
Loneliness is always be a huge word teach me, how bad and wonderful the world is.
Have you guys ever thinking about loneliness all by yourself???
Loneliness is just a loneliness.When someone needs to be just alone. Just alone. And just alone. But loneliness for me, is also a damn situation...
nTAn @ Admin
Diary untuk Tuhan ~Dialog Ku dan A Po ~Part 6~
"A Po kelihatannya benar-benar haus, ya?" Aku menggoda A Po.
A Po hanya tersenyum sambil sejenak menatapku, lalu kembali ke aktivitasnya: dengan lahap meminum air sungai yang jernih.
A Po. Anak kecil ini, ya, semalam aku memang menemukannya, dan ku putuskan untuk menemaninya malam ini, dan melalui malam-malam berikutnya bersama. Mungkin saja bisa membuat perasaannya membaik. Ku harap begitu.
Aku terus memandangi tubuh mungil A Po yang penuh guratan luka. Sepertinya luka-luka itu sudah menempel di sana berhari-hari tanpa pernah dibersihkan. Sungguh anak yang malang, Tuhan.
"A Po, lapar tidak?" A Po masih belum ingin memperhatikanku. Tangannya masih sibuk menepuk-nepukkan air segar itu ke wajahnya. "A Po..." Panggilku sekali lagi.
A Po pun akhirnya menoleh, aku hanya tersenyum kecil.
"Iya, A Po sedikit lapar, Kak. Dimana kita bisa temukan makanan?"
A Po mencoba memperhatikan belantara yang mengelilingi kami. Aku melakukan hal yang sama. Tidak ada yang bisa kami manfaatkan di sini, sepertinya. Belantara yang tandus.
Aku segera berdiri dan mengulurkan tangan, "Yuk", ajakku.
A Po pun beranjak dari posisinya, dan bersamaku berusaha menemukan 'sesuatu' untuk diolah dan dijadikan sumber tenaga baru.
Di tengah perjalanan kami, A Po yang masih sedikit terpincang mulai berceloteh,
"A Po sedih. Apa Kakak tau itu?"
Aku menoleh ke arahnya, sambil menggandeng lembut tangan mungilnya.
"Sedih? Apa yang A Po sedihkan? Kakak ada di sini sekarang." Raut wajah itu kembali lagi. Mata sembab itu datang lagi. A Po menundukkan kepalanya dengan gontai.
"A Po ingin kembali seperti dulu. Seperti dulu A Po pertama kali dilahirkan. Di saat semua orang bersorak menyambut kehadiran A Po. Di saat semua orang bergembira melihat A Po yang pertama kali menghirup udara dunia."
A Po menghela napas cukup panjang.
"A Po yang masih sekecil ini, masih belum siap menerima semuanya, Kak."
Semakin aku mendengarkan keluhannya, semakin aku tidak mengerti, Tuhan.
"A Po rasa, ini waktunya untuk A Po belajar dewasa. Ya, di umur A Po yang masih sekecil ini, A Po harus mulai dewasa. Meski A Po juga tidak tau betul arti dari dewasa itu apa, Kak." Hhhmmmm...
Aku pun tersenyum getir. Pikiran apa yang sedang merasukinya, ya.
"A Po, mulai sekarang, lupakan semua kegetiran yang pernah A Po rasakan. Di sini ada Kakak. Dan mulai sekarang, A Po tidak akan sendirian lagi. Tidak akan kesepian lagi. Percaya sama Kakak."
Aku berikan senyuman terbaikku untuknya. A Po membalas senyumanku cepat.
"A Po sayang Kakak." Sekejap langkah kaki kami terhenti, dan A Po memelukku erat.
Ya Tuhan, aku tidak ingin peristiwa buruk kembali menimpa A Po. Meski Ia belum mau bercerita tentang semuanya dengan terbuka, setidaknya aku ingin bermanfaat untuknya, Tuhan.
nTAn @ Admin
A Po hanya tersenyum sambil sejenak menatapku, lalu kembali ke aktivitasnya: dengan lahap meminum air sungai yang jernih.
A Po. Anak kecil ini, ya, semalam aku memang menemukannya, dan ku putuskan untuk menemaninya malam ini, dan melalui malam-malam berikutnya bersama. Mungkin saja bisa membuat perasaannya membaik. Ku harap begitu.
Aku terus memandangi tubuh mungil A Po yang penuh guratan luka. Sepertinya luka-luka itu sudah menempel di sana berhari-hari tanpa pernah dibersihkan. Sungguh anak yang malang, Tuhan.
"A Po, lapar tidak?" A Po masih belum ingin memperhatikanku. Tangannya masih sibuk menepuk-nepukkan air segar itu ke wajahnya. "A Po..." Panggilku sekali lagi.
A Po pun akhirnya menoleh, aku hanya tersenyum kecil.
"Iya, A Po sedikit lapar, Kak. Dimana kita bisa temukan makanan?"
A Po mencoba memperhatikan belantara yang mengelilingi kami. Aku melakukan hal yang sama. Tidak ada yang bisa kami manfaatkan di sini, sepertinya. Belantara yang tandus.
Aku segera berdiri dan mengulurkan tangan, "Yuk", ajakku.
A Po pun beranjak dari posisinya, dan bersamaku berusaha menemukan 'sesuatu' untuk diolah dan dijadikan sumber tenaga baru.
Di tengah perjalanan kami, A Po yang masih sedikit terpincang mulai berceloteh,
"A Po sedih. Apa Kakak tau itu?"
Aku menoleh ke arahnya, sambil menggandeng lembut tangan mungilnya.
"Sedih? Apa yang A Po sedihkan? Kakak ada di sini sekarang." Raut wajah itu kembali lagi. Mata sembab itu datang lagi. A Po menundukkan kepalanya dengan gontai.
"A Po ingin kembali seperti dulu. Seperti dulu A Po pertama kali dilahirkan. Di saat semua orang bersorak menyambut kehadiran A Po. Di saat semua orang bergembira melihat A Po yang pertama kali menghirup udara dunia."
A Po menghela napas cukup panjang.
"A Po yang masih sekecil ini, masih belum siap menerima semuanya, Kak."
Semakin aku mendengarkan keluhannya, semakin aku tidak mengerti, Tuhan.
"A Po rasa, ini waktunya untuk A Po belajar dewasa. Ya, di umur A Po yang masih sekecil ini, A Po harus mulai dewasa. Meski A Po juga tidak tau betul arti dari dewasa itu apa, Kak." Hhhmmmm...
Aku pun tersenyum getir. Pikiran apa yang sedang merasukinya, ya.
"A Po, mulai sekarang, lupakan semua kegetiran yang pernah A Po rasakan. Di sini ada Kakak. Dan mulai sekarang, A Po tidak akan sendirian lagi. Tidak akan kesepian lagi. Percaya sama Kakak."
Aku berikan senyuman terbaikku untuknya. A Po membalas senyumanku cepat.
"A Po sayang Kakak." Sekejap langkah kaki kami terhenti, dan A Po memelukku erat.
Ya Tuhan, aku tidak ingin peristiwa buruk kembali menimpa A Po. Meski Ia belum mau bercerita tentang semuanya dengan terbuka, setidaknya aku ingin bermanfaat untuknya, Tuhan.
nTAn @ Admin
Subscribe to:
Posts (Atom)