Aug 15, 2009

Diary untuk Tuhan ~Dialog Ku dan A Po Part 5~

Diary untuk Tuhan -Dialog Ku dan A Po Part 5-

Setelah sekian hari berada di belantara yang sama dengan A Po, beberapa hari ini aku hilang kontak dengannya. Ada apa dengan anak kecil ini, Tuhan? Apa Ia sedang menderita kali ini? Atau malah bersenang-senang dengan kebahagiaan kecilnya?

Ku susuri belantara nan tandus ini di malam hari. Hanya seorang diri. Dan kali ini, bukan A Po yang menemaniku. Melainkan auman harimau dan seringai serigala yang coba menyapaku. Ku pikir hal ini sudah biasa, Tuhan.

Setapak demi setapak ku lalui. Mencoba menerka keberadaan A Po. Meski tidak nampak sedikit pun. Kini hatiku yang mulai bertanya dan gundah. Kemana A Po?

"Ahhh... Ahhh..."

Oh Tuhan, ada raungan kecil terdengar. Suara itu tidak seperti suara yang ku kenal memang. Tapi suara itu begitu dekat.

Aku paksa kakiku melangkah, mencoba mencari dan mendekati asal suara. Semakin ku dekati, mengapa suara itu makin menghilang?

Ku hentikan langkahku. Berkonsentrasi mendengar dengan lebih pasti. Raungan itu berhenti. Tapi aku belum berhenti penasaran, Tuhan.

Aku coba berpikir. Sambil membungkukkan badan dan mencari, ku temukan sesosok tubuh kecil terkulai lunglai di atas tanah yang lembab karena udara dingin.

Ya Tuhan, itu tubuh A Po. Tubuh anak kecil yang tengah ku cari.

Aku mendekati tubuh itu. Sepertinya A Po sudah pingsan, Tuhan.

Aku panik. Ku goyangkan tubuh A Po berkali-kali. Berusaha menenangkan diriku bahwa A Po masih hidup.

Ku dekatkan telingaku ke dadanya, berharap detak jantungnya masih terdengar.

Aku juga memeriksa nadinya dengan ibu jariku, juga berharap nadinya masih berdegup.

Beberapa saat, detak jantung itu menghilang. Sirna. Aku benar-benar panik kali ini, Tuhan. Apa yang harus ku lakukan?

Setelah sekian lama berusaha dan berdoa, syukurlah...Detak jantung A Po kembali. Namun Ia belum sadar juga. Ada apa sebenarnya ini?

Uhuk-uhuk.
A Po terbatuk. Aku mencoba menaruh badannya di pangkuan pahaku.

"A Po..." panggilku pelan.

A Po masih tidak menyahut. Aku semakin khawatir, Tuhan.

"A Po..." Mata A Po mulai berkerjap. Terselip sedikit rasa lega di dadaku. Syukurlah.

Uhuk. "Kakak?" A Po langsung mengenaliku. "Kenapa Kakak bisa ada disini?"

"Kakak mendengar rintihanmu tadi. A Po, kenapa bisa pingsan?"

"A Po lupa. Yang A Po ingat, ada auman binatang buas. Dan terjadi begitu saja."

"Mama Papa A Po mana?"

A Po menggelengkan kepalanya. Mata sembabnya bertambah kusut. Malangnya anak ini, Tuhan.

"A Po semalam berpisah dengan Mama dan Papa. Mungkin mereka sudah mulai tidak menginginkan A Po..."

Ya Tuhan, mengapa anak sekecil ini bisa berpikiran seperti itu?

"A Po...Tidak boleh berkata seperti itu, ah." Aku mencoba menenangkannya.

"A Po...masih tidak mengerti pikiran orang dewasa. A Po masih belum mau mengerti pikiran mereka, perasaan mereka. A Po masih ingin menjadi anak kecil yang bisa bermain di dunia A Po yang kecil ini, Kak."

A Po mulai tersedu, tersedan. Seketika Ia menangis di pelukanku.

Seperti biasanya, aku hanya bisa menenangkannya, tanpa bisa berbuat banyak. Anak sekecil ini, sebenarnya apa yang tengah Ia hadapi, Tuhan?



No comments: