Tuhan, di dua malam yang lalu, saat aku berjalan sendirian menyusuri padang pasir di tengah gurun itu, untuk kesekian kalinya aku berjumpa lagi dengan A Po. Aku menghampirinya. Ia sedang menangis, Tuhan.
"A Po." Aku memanggilnya. Ia sangat sesenggukan. A Po melipat pundaknya, dan terus menangis di atas gundukan pasir itu. Sepertinya, beban berat mampir ke pundaknya, Tuhan.
A Po tidak menghiraukanku. Ia terus saja menangis. Aku kebingungan menenangkannya. Ia tidak bicara, juga tidak berhenti membanjiri padang rumput ini dengan air matanya.
" A Po." Aku mencoba memanggilnya sekali lagi.
Tapi sekali lagi pula Ia mengacuhkanku. Anak yang malang, pikirku.
Mata A Po memerah. Bawah kelopaknya juga menebal. Pipinya terasa membengkak. Hidungnya pun memerah. Anak sekecil ini, apa yang sedang Ia rasakan, Tuhan?
Malam itu, tubuh A Po menggigil. Dingin sekali. Padahal tidak sedikit keringat yang mengucur dari leher dan badannya. Apa mungkin Ia sakit?
Aku rasa tidak, Tuhan. Sepertinya, A Po benar - benar merasakan kelelahan yang teramat dahsyat akan sesuatu.
"A Po. Ini Kakak."
Mungkin dengan mengingatkanku, A Po bisa sedikit terhibur ya, Tuhan. Ya, aku harap begitu.
"A Po."
Awalnya, panggilan keseskian ini memang diacuhkannya. Syukurlah, kali ini Ia mau sedikit melihatku.
"Kakak."
Seketika itu juga A Po memelukku, dan memegangiku erat. Aku tahu benar, anak ini merasakan sesuatu yang berat. Tangisannya semakin keras di pelukanku, Tuhan.
"A Po, ada apa? A Po bisa cerita sesuka hati A Po, pada Kakak. Ada Apa, sayang? "
Aku merayu A Po, berusaha ingin tahu.
"Kakak."
A Po terus memanggilku saja. Tidak bicara yang lain. Aku yang hanya bisa tersenyum, juga hanya bisa menjadi tempatnya menangis saat ini. Mungkin baru ini yang bisa kulakukan sekarang.
Hampir satu jam, aku berusaha menenangkan A Po. Di detik berikutnya, A Po melepaskan pelukannya dan mencoba menyeka air matanya, kemudian bercerita kepadaku.
"Kak."
Aku membenarkan posisi dudukku, dan berusaha mendekat pada anak kecil ini, Tuhan.
"A Po..." Suaranya masih sesenggukan. "A Po merasa, kadang A Po merasa lelah ada di sini. Meski A Po tahu, dosa kalau A Po bicara seperti itu."
"Kalau A Po tahu, kenapa A Po bicara seperti itu?"
"Kak, A Po bingung A Po harus bagaimana. A Po hanya anak kecil. A Po belum mengerti banyak hal. Tapi semua ini benar-benar menguras pikiran A Po, Kak."
Tuhan, malang benar anak kecil ini.
No comments:
Post a Comment